Wartagereja-jakarta.com – Bandung, Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI) Wilayah Provinsi Jawa Barat bersama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Dan Pelatihan Fasilitator Rumah Ibadah Tangguh Bencana (RITB) di Lantai 6 Hotel Topas Pasteur Bandung selama 2 hari yaitu Rabu – Kamis 28 – 29 November 2024.
Dalam sambutannya Plt. Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jawa Barat, Anne Hermadianne Adnan mengatakan, “ Penanggulangan Bencana tidak bisa ditangani sendiri oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat, kami hanya dapat menangani sekitar persen saja, sehingga dalam hal ini pemerintah harus bekerjasama dengan masyarakat untuk menanggulanginya. Masyarakat harus dapat melindungi dirinya sendiri terhadap dampak dari bencana. Hari ini sangat berbahagia, kami dapat menyelenggarakan Kegiatan Pendidikan Dan Pelatihan Fasilitator Rumah Ibadah Tangguh Bencana (RITB) bersama dengan Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI) Wilayah Provinsi Jawa Barat.” Ungkapnya kepada awak media.
Pdt. Paulus Wiyono, S.Th., MM. dalam sambutannya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, baik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, BPBD hadir Full Team, dan rekan rekan undangan, PGI dan Mitra PGI serta para narasumber serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dan Paulus juga mengucapkan terimakasih kepada Panitia yang luar biasa, kerja cepat dalam waktu sangat singkat.
Pdt. Paulus Wiyono, S.Th., MM. juga mengatakan,” Pentingnya semua pihak berkolaborasi untuk kesiapsiagaan bencana, dalam konteks penanggulangan bencana tidak bisa berjalan sendiri sendiri. Dalam budaya Jawa Barat ada budaya silih asah silih asih dan silih asuh, yang kuat menolong yang lemah, yang besar menolong yang kecil. Spirit ini dapat menjadi dasar dari kolaborasi yang kita lakukan. Karena ketika bencana yang kuat bisa mendadak lemah. Yang lemah memiliki peluang peluang untuk berbuat sesuatu. Oleh Karena itu di Jawa Barat dengan potensi bencana yang sangat tinggi tidak bisa kita biarkan berjalan sendiri sendiri,” Paparnya
Ada 6 paparan penting serta 2 kegiatan praktek untuk kesiapsiagaan bencana pada hari pertama Kamis, 28 November 2024 yaitu :
Paparan 1 (Panel) Landasan Teologis Kristen Protestan tentang Mitigasi Kebencanaan serta Implementasi Gereja Tangguh Bencana Pdt Henrek Lokra (PGI) dan Bpk. Banu Subagyo (Kordinator Jejaring Komunitas Kristen untuk Penanggulangan Bencana di Indonesia (Jakomkris PBI) dengan moderator Pdt Riska V. Dewirani. Dalam paparannya disebutkan akan pentingnya melakukan pengembangan jejaring yang bertujuan memetakan para aktor dan kapasitasnya dengan tujuan menjamin keberlanjutan rencana aksi rumah ibadah dengan melibatkan para pihak pada satu kawasan.
Banu Subagyo menjelaskan bahwa dalam konteks penanggulangan bencana, jejaring adalah relasi atau koneksi yang dibangun antara individu maupun komunitas untuk mengoptimalkan upaya pencegahan, penanganan, dan pemulihan dari bencana. Dalam pengelolaan rumah ibadah tangguh bencana, jejaring sangat penting karena memungkinkan kerja sama antara rumah ibadah , umat/jemaah, dan masyarakat luas untuk menciptakan lingkungan yang aman dan siap menghadapi bencana.
Tim penanggulangan bencana bertugas memastikan aksi atau kegiatan penanggulangan bencana terintegrasi dalam rencana kegiatan rumah ibadah dan juga melibatkan jejaring luar (masyarakat sekitar, desa tangguh, lembaga masyarakat, akademisi, dan lain-lain) dalam penanggulangan bencana. Warga rumah ibadah adalah bagian dari warga masyarakat. Oleh karena itu, dalam kegiatannya, apalagi kegiatan kemanusiaan, tidak bisa dilakukan tanpa bekerja sama dengan pihak lain, warga masyarakat sekitar, kelompok agama lain, dan beberapa lembaga sosial-kemasyarakatan lainnya
Paparan 2: Kebijakan Penanggulangan Bencana di Jawa Barat Plt. Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Jawa Barat Anne Hermadianne Adnan memaparkan Wilayah Jawa Barat Rentan Terhadap Fenomena Alam Geologi Dan Hidrometeorologi. Maka mengambil Langkah-langkah pengurangan risiko berbasis komunitas, sebagai berikut :
Membentuk Desa Tangguh Bencana (DESTANA) dan memperkuat pilar-pilar destana seperti; penguatan perangkat desa, FPRB dan relawan desa dalam penanggulangan bencana, penyusunan dokumen penanggulangan bencana seperti; dokumen Pengurangan Risiko Partisipatif, RPB dan Renkon, Pemasangan rambu-rambu evakuasi dan pelaksanaan simulasi secara rutin.
Membentuk Kecamatan Tangguh Bencana( KENCANA) untuk membantu capaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) sub Bidang Penaggulangan Bencana dengan melibatkan unsur pentahelix sehingga mampu melaksanakan akselerasi dalam penanggulangan bencana baik pada pra bencana, saat bencana maupun pada pasca bencana.
Paparan 3 : Pengelolaan Risiko Bencana Partisipatif Rumah Ibadah Drs. Edy Heryadi. M.Si. Pengkajian risiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi bencana yang melanda. Potensi dampak negatif yang timbul dihitungberdasarkan tingkat kerentanan dan kapasitas kawasan tersebut. Potensi dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan. (Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, Bab 2; Konsep
Paparan 4 : Manajemen Kedaruratan dan Rencana Pemulihan Bencana di Rumah Ibadah Asep Hermansyah. S.Pd. Butir-butir penting dalam penyusunan rencana kedaruratan rumah ibadah :
- Untuk atau menjadi dasar dalam penanganan kedaruratan bencana rumah ibadah.
- Disusun berdasarkan kesepakatan bersama, inklusif, dan terbuka.
- Untuk satu jenis bahaya/ancaman bencana.
- Disusun berdasarkan skenario, asumsi, dan tujuan yang disepakati bersama.
- Pembagian peran dan tugas setiap unsur dalam rumah ibadah yang disepakati berdasarkan bidang tugas sesuai kompetensi dan diorganisasikan dalam sebuah struktur organisasi yang disiapkan.
- Menggunakan sumber daya yang tersedia/pengerahan sumber daya lokal.
- Selalu dimutakhirkan atau dikaji ulang secara periodik.
- Menjadi mandat bersama unsur-unsur dalam rumah ibadah dan pemangku kepentingan.
Paparan 5 : Pengembangan System Peringatan Dini dan Penyusunan Peta dan Rencana Evakuasi Partisipatif Ebet Nugraha. S.Kom., M.A. Aspek-aspek penting yang harus diperhatikan dalam mitigasi :
- Penyesuaian dengan Struktur Bangunan
- Penempatan Titik Evakuasi
- Kejelasan Jalur Evakuasi
- Informasi Keselamatan Tambahan
- Kepatuhan dengan Standar dan Peraturan
- Format dan Penyajian Peta
- Penempatan Peta Jalur Evakuasi
- Pemeliharaan dan Simulasi
Paparan 6: Konsep Ketangguhan Rumah Ibadah dan Rencana Aksi Budi Budiman Wahyu. ST. MT. M.AP. Rumah Ibadah Tangguh Bencana. Rumah ibadah beserta dengan pemangku kepentingan dalam rumah ibadah mampu mengenal, beradaptasi, maupun mempersiapkan diri, memulihkan diri dari bencana, hingga mengelola risiko bencana yang ada di wilayah dan lingkungan sekitarnya.
Prinsip-prinsip yang memedomani pembentukan/pengembangan ketangguhan rumah ibadah mengadopsi nilai dan prinsip pengelolaan risiko berbasis komunitas (PRBBK)
- Menggunakan pendekatan multi-bahaya
- Berlandaskan asas perlindungan masyarakat dan berfokus pada upaya pengelolaan risiko
- Berpusat pada masyarakat (people centered) dengan mengutamakan kemandirian dan alokasi sumber daya rumah ibadah
- Gerakan kolektivitas dan inklusivitas
- Berbasis pada kaidah ilmu pengetahuan
- Dilakukan secara berkala dan berkesinambungan
- Memperhatikan prinsip akuntabilitas sosial
- Integrasi ke dalam perencanaan pengelolaan rumah ibadah
Rekomendasi :
- KERJASAMA LINTAS AGAMA DAN ORGANISASI KEMANUSIAAN
- KERJA SAMA LINTAS SEKTOR
- PELATIHAN DAN PENINGKATAN KAPASITAS
- PEMBUATAN SIMULASI RUTIN
- ALOKASI ANGGARAN UNTUK INFRASTRUKTUR RUMAH IBADAH
- KESADARAN PUBLIK DAN SOSIALISASI
- PENGUATAN JARINGAN RUMAH IBADAH