
Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Wartagereja-jakarta.com – Jakarta, Di era digital yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, gereja sebagai institusi yang bergerak di bidang spiritualitas dan keagamaan, tidak dapat terlepas dari perubahan zaman. Teknologi digital telah mengubah cara manusia berinteraksi, berkomunikasi, dan mencari informasi, termasuk informasi tentang agama. Hal ini membuka peluang baru bagi gereja untuk memperluas jangkauan pelayanannya, namun juga menghadirkan tantangan-tantangan baru yang perlu diatasi.
Dalam artikel ini, saya ingin menjelaskan Peluang dan Tantangan serta Quo Vadis Marturia Gereja di era digital.
“Quo vadis” adalah frasa Latin yang berarti “Kemana kamu pergi?” atau “Ke mana kamu menuju?”. Frasa ini berasal dari Injil Yohanes 13:36, di mana Petrus bertanya kepada Yesus, “Tuhan, kemana Engkau pergi?” ( dalam bahasa Latin: “Domine, quo vadis?”).
Frasa “Quo vadis” juga digunakan dalam konteks yang lebih luas untuk menggambarkan pertanyaan tentang tujuan atau arah hidup seseorang. Dalam arti ini, “Quo vadis” dapat diartikan sebagai “Apa yang kamu ingin capai dalam hidup?” atau “Ke mana kamu ingin menuju dalam hidup?”
Dalam sejarah, frasa “Quo vadis” juga digunakan sebagai judul dari sebuah novel karya Henryk Sienkiewicz, yang kemudian diadaptasi menjadi film. Novel tersebut menceritakan tentang kehidupan seorang Kristen di Roma pada abad ke-1 Masehi.
Dalam konteks bergereja, “Quo vadis” dapat diartikan sebagai pertanyaan tentang tujuan hidup bergereja saat ini. Apakah Gereja sudah menuju ke arah yang benar?
Peluang Marturia Gereja di Era Digital
Jangkauan yang Lebih Luas: Internet dan media sosial memungkinkan gereja untuk menjangkau audiens yang lebih luas, bahkan melampaui batas geografis. Gereja dapat menyiarkan ibadah secara langsung (live streaming), mengadakan kelas-kelas online, atau membuat konten-konten religious yang dapat diakses oleh siapa saja di seluruh dunia.
Interaksi yang Lebih Intensif: Teknologi digital memungkinkan interaksi yang lebih intensif antara gereja dengan jemaatnya. Melalui media sosial, misalnya, jemaat dapat berdiskusi tentang isu-isu keagamaan, berbagi pengalaman iman, atau mengajukan pertanyaan kepada pendeta atau pemimpin gereja.
Kemudahan Akses Informasi: Internet menyediakan akses mudah dan cepat terhadap informasi tentang agama. Jemaat dapat mencari tahu tentang sejarah gereja, ajaran-ajaran agama, atau berita-berita terkini seputar gereja dengan mudah melalui mesin pencari atau situs web gereja.
Fleksibilitas dan Efisiensi: Teknologi digital memungkinkan gereja untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan keagamaan secara lebih fleksibel dan efisien. Misalnya, gereja dapat mengadakan ibadah online dan ibadah tatap muka jika diperlukan, atau menggunakan aplikasi untuk mengelola data jemaat dan keuangan gereja.
Tantangan Marturia Gereja di Era Digital
Disinformasi dan Hoax: Internet dan media sosial juga menjadi alat (playground) penyebaran disinformasi dan hoax, termasuk yang berkaitan dengan agama. Gereja perlu berhati-hati dan proaktif dalam menangkal penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan.
Sekularisasi dan Individualisme: Era digital juga ditandai dengan meningkatnya sekularisasi dan individualisme. Banyak orang, terutama generasi muda, yang semakin menjauhi agama dan lebih memilih gaya hidup yang individualistis. Gereja perlu mencari cara untuk menjangkau аudiens ini dan menawarkan alternative yang relevan dengan kebutuhan mereka.
Ketergantungan pada Teknologi: Ketergantungan yang berlebihan pada teknologi juga dapat menjadi tantangan bagi gereja. Gereja perlu memastikan bahwa teknologi digunakan sebagai alat untuk mendukung pelayanan, bukan menggantikan interaksi manusia yang penting dalam kehidupan beragama.
Keamanan Data dan Privasi: Gereja juga perlu memperhatikan keamanan data dan privasi jemaatnya. Data pribadi jemaat yang disimpan secara digital harus dilindungi dari akses yang tidak sah atau penyalahgunaan.
Quo Vadis Marturia Gereja?
Menghadapi berbagai peluang dan tantangan di era digital, gereja perlu beradaptasi dan berinovasi dalam menjalankan marturianya. Gereja perlu memanfaatkan teknologi digital secara bijak dan bertanggung jawab untuk memperluas jangkauan pelayanan, meningkatkan interaksi dengan jemaat, dan menyediakan akses mudah terhadap informasi tentang agama.
Namun, gereja juga tidak boleh melupakan nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar dalam kehidupan beragama. Interaksi tatap muka, dan pelayanan kasih tetap penting dalam membangun komunitas iman yang kuat. Gereja perlu mencari keseimbangan antara penggunaan teknologi digital dan nilai-nilai kemanusiaan dalam menjalankan marturianya di era digital.
Tujuan gereja dan misinya di peradaban digital tidak terlepas dari hakikat gereja itu sendiri, yaitu untuk menjadi saksi Kristus dan membawa kabar baik keselamatan kepada seluruh dunia. Namun, peradaban digital menghadirkan konteks baru yang menuntut gereja untuk beradaptasi dan berinovasi dalam menjalankan misinya.
Tujuan Gereja di Peradaban Digital
- Menjangkau аudiens yang Lebih Luas: Internet dan media sosial memungkinkan gereja untuk menjangkau orang-orang yang mungkin sulit dijangkau secara fisik, seperti generasi muda, orang-orang yang tinggal di daerah terpencil, atau mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
- Membangun Komunitas Online: Gereja dapat memanfaatkan platform digital untuk membangun komunitas virtual di mana orang-orang dapat berinteraksi, berbagi pengalaman iman, dan saling mendukung satu sama lain.
- Menyediakan Sumber Daya Rohani: Gereja dapat menyediakan berbagai macam sumber daya rohani secara online, seperti khotbah, artikel, audio dan video, yang dapat diakses oleh siapa saja dan kapan saja.
- Memfasilitasi Pertumbuhan Iman: Gereja dapat menggunakan teknologi digital untuk menyediakan program-program pembinaan iman, seperti kelas-kelas online, kelompok diskusi, atau mentoring virtual.

Misi Gereja di Peradaban Digital
- Memberitakan Injil: Gereja dapat menggunakan platform digital untuk memberitakan Injil kepada аudiens yang lebih luas, baik melalui konten-konten kreatif, kesaksian pribadi, maupun interaksi langsung dengan аудиens.
- Melayani dan Peduli: Gereja dapat menggunakan teknologi digital untuk memberikan pelayanan dan kepedulian kepada mereka yang membutuhkan, seperti online counseling, doa bersama, atau bantuan practical.
- Mengembangkan Kepemimpinan: Gereja dapat menggunakan platform digital untuk melatih dan mengembangkan pemimpin-pemimpin baru yang memiliki kompentensi digital dan mampu melayani di era digital.
- Berkolaborasi dan Bermitra: Gereja dapat menggunakan teknologi digital untuk berkolaborasi dan bermitra dengan gereja-gereja lain, organisasi keagamaan, atau individu-individu yang memiliki visi yang sama dalam membangun Kerajaan Allah di bumi.
Tantangan dan Peluang
Peradaban digital juga menghadirkan tantangan-tantangan bagi gereja, seperti penyebaran informasi yang salah, polarisasi, dan individualime. Namun, di sisi lain, peradaban digital juga membuka peluang-peluang baru bagi gereja untuk menjadi relevan dan berdampak di dunia ini.
Kesimpulan
Tujuan gereja di peradaban digital adalah untuk tetap setia pada panggilan Tuhan untuk menjadi saksi Kristus dan membawa kabar baik keselamatan kepada seluruh dunia. Misi gereja di peradaban digital adalah untuk menggunakan teknologi digital secara bijak dan kreatif untuk menjangkau audiens yang lebih luas, membangun komunitas online, menyediakan sumber daya rohani, memfasilitasi pertumbuhan iman, dan memberitakan Injil dengan cara yang relevan dan efektif.
Era digital membuka peluang baru bagi gereja untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan kualitas pelayanannya. Namun, gereja juga perlu menghadapi tantangan-tantangan baru yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi. Dengan menerjemahkan dan inovasi yang tepat, gereja dapat terus relevan dan berkontribusi positif dalam masyarakat di era digital. (Dh.L/Red.***)